Sabtu, 25 Februari 2012

Maafkan Ibu Nak

Uh baby pink
     Anakku lahir bulan Mei tahun lalu dengan lahir prematur. Suamiku seorang pengangguran, dan aku juga mempunyai dua orang anak lagi yang masih bersekolah. Rumahku adalah rumah tua sepeninggalan orang tuaku. Rumah lapuk, bewarna kusam, dan pintu reok. Tiap hari aku menghidupi keluargaku dengan uang seadanya. Jika uang tak ada terkadang aku mengemis meminta kepada saudara-saudaraku. Aku melahirkan si bungsu di kamar mandi rumahku yang tak berpintu. Suamiku memanggil keluarga yang kebetulan bersebelahan dengan rumahku. Dia memanggil bidan yang jaraknya lumayan jauh dari rumah. Karena kedua orang tuaku sudah tiada, saudara kandungku di luar kota, akhirnya tanteku setia menemaniku dalam proses melahirkan ini. Aku mengeluarkan seluruh tenagaku, sisa-sisa kekuatanku, ku rasakan demi cinta seorag ibu kepada buah hatinya. Aku terdampar tak berdaya di ubin kamar mandi, darahku berserakan kemana-mana, tanganku menggenggam tangan tante sekuat tenaga. Dan akhirnya buah hatiku terselamatkan juga dan begitupun aku. Aku melahirkan tanpa suami, tanpa orang tua bahkan jauh dari rumah sakit tidak seperti layaknya orang lain.
     Setahun belakangan ini kehidupan keluargaku makin kacau. Berantakan, ga jelas, dan kami hidup susah. Terkadang anak-anakku tak bersekolah karena tak punya uang. Suamiku selalu mengemis kepada saudaraku untuk meminta uang. Aku malu mempunyai suami sepertinya. Seharusnya dia jadi penanggung jawab beban keluarga ini. Dia harus kerja, dia tak boleh di dalam rumah, apakah tak kasihan melihat diriku dan anak-anakku tak berdaya karena tak punya uang? Bahkan kami sering tak makan seharian, si kecil pun tak memakai popok dan jarang minum susu formula.
     Aku teringat dengan semua kejadian 12 tahun yang lalu. Aku mengikat janji suci dengan suamiku karena terpaksa. Aku hamil di luar nikah. Malam itu aku berdua mabuk dan di luar sadar kami melakukan perzinaan yang keji itu. Suami ku saat itu berstatuskan "suami orang". Aku sudah menghancurkan rumah tangga orang tetapi untunglah ia memutuskan untuk bercerai demi bertanggung jawabn kepadaku dan anak tak berdosa ini. Awal pernikahanku dengan dia baik-baik saja. Semua kebutuhan terbilang cukup dan saat itu suamiku masih bekerja.
     Saat ini aku selalu merasa bersalah dan menyesal melakukan hal keji itu sehingga dampak yang di berikan Tuhan sangatlah besar untuk anak-anakku. Anak-anakku adalah siswa yang cerdas. Tiap semester mereka selalu mendapatkan peringkat tertinggi di sekolahnya. Namun, Tuhan memang adil di balik kesempurnaan anakku itu, aku tak bisa terus membiayai kebutuhan sekolahnya. Biaya sekolah saja di bayarkan oleh adik-adikku. Sedangkan kebutuhan sehari-hari seperti jajan, ataupun ongkos sekolah kadang-kadang dapat ku penuhi bahkan pernah tak ada sama sekali. Anak-anakku bolos hingga beberapa hari. Makan pun kami selalu makan mie instan hasil utang ke warung tanteku.
     Malam ini aku hanya berempat di rumah, suamiku tak pulang sudah dua hari karena ada kerjaan panggilan entah apa itu. Malam ini, malam sangat dingin karena hujan turun. Petir dan suara gemuruh langit menghambar telinga kami. Anak-anakku ketakutan, bahkan mereka merasa lapar. Di dapur aku hanya mempunyai dua buah telur dan satu bungkus mi instant. Langsung aku memasaknya, dan membagikan telur dan mi itu kepada anakku, sedangkan si kecil aku hanya memberikan air cucian beras. Sebenarnya aku tak tega melihat anak-anakku ini, tapi apa daya Tuhan berkehendak lain untuk keluargaku. Aku tak ingin menangis di depan anak-anakku, aku ingin mereka melihatku tampak bahagia walaupun kesulitan selalu datang menghampiri. Nak, maafkan Ibumu....................
1 noda=1000 noda #pelajaranhidup

True story.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Find this blog

Followers