Senin, 07 April 2014

Pilih Caleg Perempuan, Why Not?

sumber: pesatnews.com

JAKARTA - Pada tahun 2014, Indonesia akan menghadapi Pemilu (Pemilihan Umum). Pemilu akan dilaksanakan pada 9 April untuk Pemilu Legislatif (Pileg) dan 9 Juli untuk Pemilu Presiden (Pilpres). Sisa dua hari lagi, warga menggunakan hak pilihnya untuk menentukan siapa yang pantas untuk mendapatkan posisi DPR, DPD, ataupun DPRD. Perempuan turut mencalonkan dirinya untuk turun andil dalam menata Indonesia.


Menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Gumis Gumay, seperti yang dikutip dari antaranews.com (7/4), pada Pemilu 2009, caleg perempuan sebesar 30 persen. Jumlahnya meningkat menjadi 37 persen pada tahun ini. Sebanyak 6.067 caleg akan memperebutkan kursi DPR RI, dan sebanyak 2.467 diantaranya merupakan caleg perempuan. Peningkatan jumlah tersebut tentunya membuahkan harapan, agar hak dan ruang bagi perempuan dalam berpolitik sama dengan jumlah hak dan ruang bagi laki-laki.

Adanya peluang bagi perempuan, bukan hanya semata-mata untuk memenuhi kuota 30 persen sebagai persyaratan. Tetapi, beberapa dari mereka maju dalam Pileg untuk ikut memperjuangkan perbaikan nasib perempuan. Niat ini berjalan seirama dengan beberapa kasus yang dialami oleh perempuan Indonesia. Perempuan Indonesia rentan mengalami perilaku kekerasan, streotyping, marginalisasi, beban ganda perempuan, bahkan rentan mengalami human trafficking dan HIV/AIDS. Seolah-olah perempuan tidak berdaya dibanding laki-laki.

Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar, seperti yang dilansir dari republika.co.id (7/4), terdapat dua alasan perempuan penting berpartisipasi di parlemen. Pertama, hal tersebut merupakan hak politik kaum perempuan. Setiap warga negara mempunyai hak politik yang sama untuk duduk di parlemen, baik laki-laki maupun perempuan. Kedua, dengan adanya perempuan di parlemen diharapkan mereka bisa memperjuangkan isu yang berkaitan dengan kepentingan perempuan dan anak dengan lebih maksimal.

Pada umumnya, caleg perempuan dipandang kurang berkualitas dibandingkan dengan caleg laki-laki. Bahkan, menurut Linda dalam wawancaranya dengan harianterbit.com, sebagian parpol juga tidak serius memilih caleg perempuan. Bahkan, masih ada parpol yang memanfaatkan caleg perempuan sebagai pendulang suara dan tidak melihat dari kapasitasnya. Padahal banyak caleg perempuan yang mumpuni, punya kualitas dan integritas. Hal ini bisa dinilai, bahwa dalam dunia politik, perempuan bisa dikatakan sebagai ‘alat’ untuk memanfaatkan situasi agar unggul dalam persaingan.

Contoh pada faktanya adalah parpol jarang menempatkan perempuan di urutan atas. Seperti hasil survei yang dibuat oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), menyebutkan kepada republika.co.id, bahwa 636 caleg perempuan yang disurvei, hanya 25,7 persen saja yang menempati urutan 1 sampai 3. Berarti, terdapat 74,3 persen caleg perempuan tidak mendapatkan urutan atas. Tindakan ini bisa dikatakan sebagai perilaku diskriminasi, karena gender menentukan urutan nomor dalam kertas pemilih. Seakan-akan urutan nomor bagian bawah kurang berkualitas, sedangkan yang mendapatkan urutan bagian atas memiliki kualitas yang lebih ‘wah’.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik, menggunakan hak pilih adalah awal menaruh harapan kepada para caleg agar berjalan seiringan dengan tujuan. Jika tujuan Anda memilih untuk meng-sejahterakan kalangan perempuan, maka caleg perempuan bisa diandalkan untuk mewakili suara saat di parlemen nanti. Dari tindakan ini, pelan-pelan perilaku streotyping dari warga Indonesia kepada kualitas perempuan yang dinilai negatif bisa saja menurun. Hal ini juga akan menimbulkan porsi hak dan ruang perempuan sama dengan porsi bagi laki-laki di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Find this blog

Followers